Revolusi Industri 4.0
Bicara soal revolusi industri, sebagian
besar dari kalian pasti udah pernah belajar tentang revolusi industri di Inggris,
kan? Biasanya di pelajaran Sejarah sering banget membahas ini. Nah, mungkin
beberapa dari kalian bingung, kenapa kok judulnya revolusi industri 4.0. Kok udah
keempat? pertama, kedua, dan ketiganya mana?
Istilah ini sebenernya lagi hits banget, Belakangan ini banyak banget yang membicarakan tentang revolusi industri
4.0. Enggak tokoh nasional, enggak tokoh internasional, berkali-kali ngomong
soal “Bersiaplah menyongsong industri 4.0” atau “Kita tidak boleh tergilas oleh
industri 4.0” atau “Kita harus bisa memanfaatkan fenomena Industri 4.0.” Jadi,
sebenernya revolusi industri 4.0. itu apa? Di artikel ini saya akan paparkan
tentang revolusi industri, mulai dari yang pertama, hingga yang keempat ini.
Yuk, simak!
Revolusi Industri
Pertama, kita lihat dulu definisi dari
revolusi industri itu sendiri. Revolusi industri secara simpel artinya adalah
perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Perubahan
besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami
revolusi industri yang keempat. Setiap perubahan besar ini selalu diikuti oleh
perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya. Sudah
pasti ada jutaan pekerjaan lama menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.
Lebih detilnya kita harus lihat di
setiap revolusi industri, tapi kasarnya adalah, beberapa hal yang semula begitu
sulit, begitu lama, begitu mahal dalam proses produksi mendadak jadi mudah,
cepat, dan murah. Ingat, Ekonomi membicarakan macam-macam upaya manusia
menghadapi kelangkaan. Revolusi industri menurunkan, malah terkadang
MENGHILANGKAN beberapa kelangkaan tersebut, sehingga waktu, tenaga, dan uang
yang semula digunakan untuk mengatasi kelangkaan-kelangkaan tersebut mendadak
jadi bebas, jadi bisa digunakan untuk hal lain, untuk mengatasi kelangkaan yang
lain.
Hilangnya atau berkurangnya sebuah
kelangkaan otomatis mengubah banyak aspek dalam kehidupan bermasyarakat.
Apalagi kalau ternyata beberapa kelangkaan menghilang! Nah, kita lihat satu
persatu, sesuai urutannya.
Revolusi Industri 1.0
Revolusi industri pertama adalah yang
paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan ditemukannya lalu
digunakannya mesin uap dalam proses produksi barang. Penemuan ini penting
sekali, karena sebelum adanya mesin uap, kita cuma bisa mengandalkan tenaga
otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun.
Masalahnya, tenaga otot amat terbatas.
Misalnya, manusia, kuda, sapi dan tenaga-tenaga otot lainnya tidak mungkin bisa
mengangkat barang yang amat berat, bahkan dengan bantuan katrol sekalipun.
Butuh istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga tersebut, sehingga
proses produksi kalau mau berjalan 24 jam sehari membutuhkan tenaga.
Selain dengan otot, tenaga lain yang
sering digunakan adalah tenaga air dan tenaga angin. Biasanya ini digunakan di
penggilingan. Untuk memutar penggilingan yang begitu berat, seringkali manusia
menggunakan kincir air atau kincir angin. Masalah utama dari dua tenaga ini
adalah, kita tak bisa menggunakannya di mana saja. Kita cuma bisa
menggunakannya di dekat air terjun dan di daerah yang berangin.
Untuk tenaga angin, masalah tambahan
adalah tenaga angin tak bisa diandalkan 24 jam sehari. Ada kalanya benar-benar
tak ada angin yang bisa digunakan untuk memutar kincir! Masalah ini juga muncul
ketika tenaga angin menjadi andalan transportasi internasional, yaitu
transportasi laut.
Sebagai gambaran, di era VOC, butuh
waktu sekitar 6 bulan untuk kapal dari Belanda untuk mencapai Indonesia, lalu 6
bulan lagi untuk berlayar dari Indonesia ke Belanda. Artinya, kalau mau
berlayar bolak balik Batavia-Amsterdam-Batavia, butuh waktu setahun!
Maklum, terkadang ada kalanya
benar-benar tak ada angin di laut, terkadang ada angin tetapi berlawanan dengan
arah yang diinginkan.
Kini tak ada lagi batasan waktu untuk
menggerakkan mesin. Asal dipasang mesin uap rancangan James Watt ini, sebuah
penggilingan bisa didirikan di mana saja, tak perlu dekat air terjun atau
daerah berangin. Sebuah kapal jadi bisa berlayar 24 jam, selama mesin uapnya
dipasok dengan kayu atau batu bara. Waktu perjalanan dari Belanda ke Indonesia
terpangkas jauh, hitungannya bukan setahun lagi, tapi jadi cuma sekitar 2
bulan.
Ini yang jarang dibahas di buku-buku
sejarah: revolusi industri memungkinkan bangsa Eropa mengirim kapal perang
mereka ke seluruh penjuru dunia dalam waktu jauh lebih singkat. Tidak ada lagi
cerita tentara-tentara Eropa kelelahan saat menyerang benteng milik Kerajaan
Asia. Semua daerah yang bisa terjangkau oleh kapal laut, sudah pasti terjangkau
oleh kekuatan imperialis Eropa.
Negara-negara Imperialis di Eropa ini
rame–rame ngegas menjajah kerajaan-kerajaan di Afrika dan Asia. Ingat, di akhir
1800an inilah Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah terakhir di Indonesia
seperti Aceh dan Bali, yang belum ditaklukkan.
Jadi, karena kini tenaga mesin tidak
dibatasi oleh otot, angin, dan air terjun, terjadilah penghematan biaya dalam
jumlah luar biasa di bidang produksi, transportasi, bahkan militer.
Barang-barang yang diproduksi menjadi jauh lebih banyak, lebih murah, dan lebih
mudah didapat. Uang yang semula dipakai untuk memproduksi dan membeli
barang-barang mahal tersebut kini bisa dipakai untuk hal lain, sehingga
barang-barang yang tak diproduksi menggunakan mesin uap pun menjadi jauh lebih
laku. Revolusi industri ini juga mengubah masyarakat dunia, dari masyarakat
agraris di mana mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, menjadi masyarakat
industri. Intinya, kelangkaan TENAGA yang semula mendominasi kesukaran manusia
dalam berlayar, dalam memproduksi, mendadak lenyap. Tenaga tidak lagi dipasok
cuma oleh otot, angin, dan air terjun, tapi juga oleh mesin uap yang jauh lebih
kuat, lebih fleksibel, dan lebih awet.
Terakhir, kelangkaan yang dikurangi
adalah kelangkaan tenaga kerja. Semula begitu banyak manusia dibutuhkan untuk
menjalankan mesin-mesin produksi. Kini mendadak semua tenaga itu digantikan
mesin uap. Artinya, mendadak semua tenaga manusia tersebut jadi bebas, mereka
bisa dipekerjakan di bidang lain.
Perubahan-perubahan ini amat penting
sebab perubahan ini berarti menghilangkan keistimewaan para bangsawan. Berkat
mesin uap, produksi kini bisa berlangsung di mana saja. Berkat mesin uap,
produksi besar-besaran bukan cuma monopoli para tuan tanah yang memiliki
ladang/sawah berhektar-hektar. Kini orang-orang kaya yang memiliki mesin-mesin
uap bisa memproduksi barang padahal tanah mereka tak seberapa dibanding
tanahnya para bangsawan ini. Kini orang-orang bisa memproduksi tanpa memiliki
tanah pertanian. Kini oran-orang-orang bisa jadi kaya tanpa … gelar bangsawan,
karena sebelumnya cuma para bangsawan yang bisa memiliki faktor produksi
(tanah) dalam jumlah besar. Dominasi kaum bangsawan yang berlangsung atas kaum
non-bangsawan selama ribuan tahun terpatahkan sudah.
Namun, dampak negatif revolusi industri
ini, selain pencemaran lingkungan akibat asap mesin uap dan limbah-limbah
pabrik lainnya yang sudah kalian pelajari di buku teks sekolah kalian, adalah
penjajahan di seluruh dunia. Tanpa mesin uap, Imperialis Eropa takkan bisa
menaklukkan Asia dan Afrika secepat dan semudah ini. Nah, daripada lama-lama di
revolusi industri yang sudah biasa dipelajari di sekolah, kita langsung ke
revolusi industri kedua, yang jarang banget dibahas di sekolah.
Revolusi Industri 2.0
Revolusi industri pertama memang penting
dan mengubah banyak hal. Namun, yang tak banyak dipelajari adalah revolusi
industri kedua yang terjadi di awal abad ke-20. Saat itu, produksi memang sudah
menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap, dan kini tenaga
uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun, proses produksi di pabrik
masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam satu hal: transportasi.
Pengangkutan produk di dalam pabrik masih berat, sehingga macam-macam barang
besar, seperti mobil, harus diproduksi dengan cara dirakit di satu tempat yang
sama.
Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi
secara massal. Namun, di pabrik mobil, setiap mobil dirakit dari awal hingga
akhir di titik yang sama. Semua komponen mobil harus dibawa ke si
tukang-perakit. Seorang tukang-perakit memroses barang tersebut dari nol hingga
produk jadi. Perhatikan foto di atas, yang merupakan foto sebuah pabrik mobil
sebelum industri 2.0. Setiap mobil akan dirakit oleh seorang tukang yang
“Generalis” yang memproses mobil tersebut dari awal hingga selesai, dari
merakit ban, pintu, setir, lampu, dst., sampai lengkap.
Namun, proses produksi ini memiliki
kelemahan besar: perakitan dilakukan secara PARALEL. Artinya, untuk merakit
banyak mobil, proses perakitan harus dilakukan oleh buaanyak tukang secara
bersamaan! Artinya setiap tukang harus diajari banyak hal: memasang ban,
memasang setir, dll. Seandainya ada masalah dalam proses perakitan, mobil yang
belum jadi harus “Digeser” dan si tukang harus meminta mobil baru sehingga
proses produksi mobil bisa berjalan terus. Butuh waktu untuk memindahkan mobil
bermasalah ini. Butuh waktu mendapatkan mobil baru, dan proses perakitan harus
mulai dari 0 lagi. Karena itu, proses perakitan mobil seperti ini terasa
lambat.
Ketika perusahaan mobil Ford di Amerika
Serikat meluncurkan mobil murah pertama di dunia, “Ford Model T” yang tersohor,
mereka kebanjiran pesanan. Mereka tak bisa memenuhi target produksi mereka.
Maklum, butuh waktu sekitar 12 jam 30 menit buat seorang tukang untuk merakit
Ford Model T! Di tahun 1912, Ford cuma bisa memproduksi 68.773 mobil dalam
setahun. Artinya, sistem “Satu perakit, satu mobil” tak bisa dipertahankan.
Sistem produksi harus direvolusi.
Revolusi terjadi dengan menciptakan
“Lini Produksi” atau Assembly Line yang menggunakan “Ban Berjalan” atau
conveyor belt di tahun 1913. Proses produksi berubah total. Tidak ada lagi satu
tukang yang menyelesaikan satu mobil dari awal hingga akhir, para tukang
diorganisir untuk menjadi spesialis, cuma mengurus satu bagian saja, memasang
ban misalnya. Produksi Ford Model T dipecah menjadi 45 pos, mobil-mobil
tersebut kini dipindahkan ke setiap pos dengan conveyor belt, lalu dirakit
secara SERIAL. Misalnya, setelah dipasang ban dan lampunya, barulah dipasang
mesinnya seperti gambar di bawah. Semua ini dilakukan biasanya dengan bantuan
alat-alat yang menggunakan tenaga listrik, yang jauh lebih mudah dan murah
daripada tenaga uap.
Penggunaan tenaga listrik, ban berjalan,
dan lini produksi ini menurunkan waktu produksi secara drastis, kini sebuah
Ford Model T bisa dirakit cuma dalam 95 menit! Akibatnya, produksi Ford Model T
melonjak, dari 68 ribuan mobil di tahun 1912, menjadi 170 ribuan mobil di tahun
1913, 200 ribuan mobil di tahun 1914, dan tumbuh terus sampai akhirnya menembus
1 juta mobil per ahunnya di tahun 1922, dan nyaris mencapai 2 juta mobil di
puncak produksinya, di tahun 1925. Totalnya, hampir 15 juta Ford Model T
diproduksi sejak 1908 sampai akhir masa produksinya di tahun 1927.
Produksi mobil murah secara
besar-besaran ini mengubah bukan cuma industri mobil Amerika, bukan cuma
industri mobil dunia, tapi juga budaya seluruh dunia. Loh, kok bisa sejauh itu?
Begini, loh, produksi mobil murah secara
massal seperti itu berarti membuat mobil menjadi barang terjangkau. Sejak Model
T diproduksi massal, bukan cuma orang kaya yang membeli dan menggunakan mobil,
kelas menengah bisa membelinya, bahkan kelas miskin bisa menyicilnya atau
meminjamnya. Mendadak, ratusan ribu, bahkan jutaan orang jadi punya mobil.
Mendadak, transportasi dari rumah ke tempat kerja jadi jauh lebih mudah, tidak
tergantung jarak, tidak tergantung jadwal transportasi umum. Ini menyebabkan
munculnya daerah yang disebut “Suburb” atau “Pinggiran” yaitu perumahan yang
muncul di pinggir kota, bukannya di pusat kota. Mendadak, jutaan orang ini
butuh garasi, tempat parkir, bengkel ganti oli, bengkel ganti ban, tukang cuci
mobil, dan 1001 hal lain yang tidak terpikir sebelumnya.
Itu baru mobil. Produksi menggunakan
conveyor belt ini juga menurunkan waktu dan biaya produksi di banyak bidang
lainnya. Artinya, bertambahnya waktu, menyebabkan berkurangnya kelangkaan
waktu. Selain itu, conveyor belt juga digunakan untuk mengangkut barang tambang
dari tambang ke kapal lalu dari kapal ke pabrik. Sekali lagi, menghemat waktu
dan tenaga. Masih belum cukup, penggunaan conveyor belt dan lini produksi juga
menghemat luas lahan yang diperlukan pabrik. Artinya, kelangkaan lahan
perkotaan untuk produksi juga berhasil dikurangi.
Revolusi industri kedua ini juga
berdampak pada kondisi militer di Perang Dunia 2. Meski bisa dikatakan bahwa
revolusi industri 2.0 sudah terjadi di Perang Dunia 1, di Perang Dunia 2-lah
efeknya benar-benar terasa. Ribuan tank, pesawat, dan senjata-senjata tercipta
dari pabrik-pabrik yang menggunakan lini produksi dan ban berjalan. Ini semua
terjadi karena adanya produksi massal (mass production). Perubahan dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri boleh dibilang jadi komplit.
Nah, itu baru industri 2.0, revolusi apa
lagi yang berikutnya? Tebakan gue sih kalian bisa menebak kelanjutannya, sebab
komponen terpenting industri 3.0 udah sering banget kalian temui.
Revolusi Industri 3.0
Setelah mengganti tenaga otot dengan
uap, lalu produksi paralel dengan serial, perubahan apa lagi yang bisa terjadi
di dunia industri? Faktor berikutnya yang diganti adalah manusianya. Setelah
revolusi industri kedua, manusia masih berperan amat penting dalam produksi
barang-barang, seperti udah disebutkan sebelumnya, ini adalah era industri!
Revolusi industri ketiga
mengubahnya. Setelah revolusi ini, abad
industri pelan-pelan berakhir, abad informasi dimulai. Kalau revolusi pertama
dipicu oleh mesin uap, revolusi kedua dipicu oleh ban berjalan dan listrik,
revolusi ketiga dipicu oleh mesin yang bergerak, yang berpikir secara otomatis:
komputer dan robot.
Komputer semula adalah barang mewah.
Salah satu komputer pertama yang dikembangkan di era Perang Dunia 2 sebagai
mesin untuk memecahkan kode buatan Jerman, yaitu komputer yang bisa diprogram
pertama yang bernama Colossus adalah mesin raksasa sebesar sebuah ruang tidur.
Tidak punya RAM, dan tidak bisa menerima perintah dari manusia melalui
keyboard, apalagi touchscreen, tapi melalui pita kertas. Komputer purba ini
juga membutuhkan listrik luar biasa besar: 8500 watt! Namun kemampuannya gak
ada sepersejutanya smartphone yang ada di kantong kebanyakan orang Indonesia
saat ini.
Namun, kemajuan teknologi komputer
ngebut luar biasa setelah perang dunia kedua selesai. Penemuan semi konduktor,
disusul transistor, lalu integrated chip (IC) membuat ukuran komputer semakin
kecil, listrik yang dibutuhkan semakin sedikit, sementara kemampuan
berhitungnya terbang ke langit.
Mengecilnya ukuran komputer menjadi
penting, sebab kini komputer bisa dipasang di mesin-mesin yang mengoperasikan
lini produksi. Kini, komputer menggantikan banyak manusia sebagai operator dan
pengendali lini produksi, sama seperti operator telepon di perusahaan telepon
diganti oleh relay sehingga kita tinggal menelpon nomor telepon untuk
menghubungi teman kita. Proses ini disebut “Otomatisasi” semuanya jadi
otomatis, tidak memerlukan manusia lagi. Artinya, sekali lagi terjadi penurunan
kelangkaan sumber daya manusia, terbebasnya ribuan tenaga kerja untuk pekerjaan
– pekerjaan lain.
Seiring dengan kemajuan komputer,
kemajuan mesin-mesin yang bisa dikendalikan komputer tersebut juga meningkat.
Macam-macam mesin diciptakan dengan bentuk dan fungsi yang menyerupai bentuk
dan fungsi manusia. Komputer menjadi otaknya, robot menjadi tangannya,
pelan-pelan fungsi pekerja kasar dan pekerja manual menghilang.
Namun, ini bukan berarti tugas manusia
di produksi bisa digantikan sepenuhnya oleh robot. Pabrik-pabrik mobil semula
berpikir revolusi industri 3.0 ini akan seperti 2.0, di mana produksi paralel
diganti total oleh lini produksi, robot akan secara total diganti oleh manusia.
Pabrik-pabrik mobil di tahun 1990an mencoba mengganti semua pegawai mereka
dengan robot, hasilnya adalah produktivitas malah menurun. Elon Musk mencoba
melakukannya lagi di tahun 2010-an ini di pabrik mobil Teslanya. Sekali lagi,
semua orang menemukan fakta bahwa untuk produksi mobil, kombinasi manusia dan
robot-komputer adalah yang terbaik. Munculnya robot dan komputer menjadi
penolong manusia, bukannya penggantinya.
Sekali lagi, revolusi ini mengubah
masyarakat. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat cenderung berubah dari mengandalkan sektor manufaktur, menjadi
mengandalkan sektor jasa seperti bank, studio film, TI, dll. sebagai motor
ekonomi mereka. Mereka berubah dari ekonomi industri menjadi ekonomi informasi.
Karena kemajuan ini juga, terjadilah
perubahan dari data analog menjadi data digital. Misalnya, dari merekam musik
menggunakan kaset menjadi menggunakan CD, dari menonton film di video player
menjadi menggunakan DVD player; dst. Ini terjadi karena komputer itu cuma bisa
bekerja dengan data digital. Karena inilah revolusi industri ketiga ini nama
lainnya adalah “Digital revolution“. Karena revolusi ini juga, video game
menjadi sesuatu yang normal dalam kehidupan kita, menjadi bisnis dengan nilai
milyaran, bahkan trilyunan Dolar. Di sisi negatifnya, digitalisasi,
komputerisasi membuat kejahatan-kejahatan baru muncul: penipuan menggunakan
komputer,
OK, setelah pemasangan komputer dan
robot dalam proses produksi, memangnya ada kemajuan apa lagi? Memangnya
kemajuan apa lagi sih yang bisa terjadi di dunia industri?
Revolusi Industri 4.0
Konsep “Industri 4.0” pertama kali
digunakan di publik dalam pameran industri Hannover Messe di kota Hannover,
Jerman di tahun 2011. Dari peristiwa ini juga sebetulnya ide “Industri 2.0” dan
“Industri 3.0” baru muncul, sebelumnya cuma dikenal dengan nama “Revolusi
Teknologi” dan “Revolusi Digital”. Nah, lo mungkin bisa nebak, setelah 2 revolusi
itu, revolusi macam apa lagi sih yang bisa terjadi?
Perhatikan deh, semua revolusi itu
terjadi menggunakan revolusi sebelumnya sebagai dasar. Industri 2.0 takkan
muncul selama kita masih mengandalkan otot, angin, dan air untuk produksi.
Industri 3.0 intinya meng-upgrade lini produksi dengan komputer dan robot.
Jadi, industri 4.0 juga pasti menggunakan komputer dan robot ini sebagai
dasarnya. Jadi, kemajuan apa saja yang muncul di dunia komputer kita
akhir-akhir ini?
Pertama, kemajuan yang paling terasa adalah
internet. Semua komputer tersambung ke sebuah jaringan bersama. Komputer juga
semakin kecil sehingga bisa menjadi sebesar kepalan tangan kita, makanya kita
jadi punya smartphone.
Bukan cuma kita tersambung ke jaringan
raksasa, kita jadinya Selalu tersambung ke jaringan raksasa tersebut. Inilah
bagian pertama dari revolusi industri keempat: “Internet of Things” saat
komputer-komputer yang ada di pabrik itu tersambung ke internet, saat setiap
masalah yang ada di lini produksi bisa langsung diketahui SAAT ITU JUGA oleh
pemilik pabrik, di manapun si pemilik berada!
Kedua, kemajuan teknologi juga
menciptakan 1001 sensor baru, dan 1001 cara untuk memanfaatkan informasi yang
didapat dari sensor-sensor tersebut yang merekam segalanya selama 24 jam
sehari. Informasi ini bahkan menyangkut kinerja pegawai manusianya. Misalnya,
kini perusahaan bisa melacak gerakan semua dan setiap pegawainya selama berada
di dalam pabrik. Dari gerakan tersebut, bisa terlihat, misalnya, kalau
pegawai-pegawai tersebut menghabiskan waktu terlalu banyak di satu bagian,
sehingga bagian tersebut perlu diperbaiki. Masih ada 1001 informasi lainnya
yang bisa didapat dari 1001 data yang berbeda, sehingga masih ada 1001-1001
cara meningkatkan produktivitas pabrik yang semula tak terpikirkan. Karena
begitu banyaknya ragam maupun jumlah data baru ini, aspek ini sering disebut
Big Data.
Ketiga, berhubungan dengan yang pertama
dan kedua, adalah Cloud Computing. Perhitungan-perhitungan rumit tetap
memerlukan komputer canggih yang besar, tapi karena sudah terhubung dengan
internet, karena ada banyak data yang bisa dikirim melalui internet, semua
perhitungan tersebut bisa dilakukan di tempat lain, bukannya di pabrik. Jadi,
sebuah perusahaan yang punya 5 pabrik di 5 negara berbeda tinggal membeli sebuah
superkomputer untuk mengolah data yang diperlukan secara bersamaan untuk kelima
pabriknya. Tidak perlu lagi membeli 5 superkomputer untuk melakukannya secara
terpisah.
Keempat, ini yang sebetulnya paling
besar: Machine learning, yaitu mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar,
yang bisa sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan sehingga melakukan koreksi
yang tepat untuk memperbaiki hasil berikutnya. Ini bisa dilukiskan dengan
cerita “AlphaZero AI”. Sebelum Machine Learning, sebuah komputer melakukan tugasnya
dengan “Diperintahkan” atau “Diinstruksikan” oleh manusia.
Mengkombinasikan keempat hal ini artinya
perhitungan yang rumit, luar biasa, dan tidak terpikirkan tentang hal apapun
bisa dilakukan oleh superkomputer dengan kemampuan di luar batas kemampuan manusia.
Kenyataannya tentu saja saat ini belum sekeren itu.
Point keempat, yaitu AI dan Machine
Learning, masih amat terbatas untuk tugas-tugas tertentu. Bukan cuma Indonesia,
negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat saja masih terus
menerus memperdebatkan konsekuensi dari revolusi industri keempat ini, sebab
revolusi ini MASIH berlangsung, atau bahkan Baru Di Mulai.
Tantangannya masih banyak. Koneksi
internet misalnya, belum universal. Masih ada beberapa daerah yang tak memiliki
koneksi internet, bahkan di Amerika Serikat sekalipun. Selain itu, koneksi
internet berarti munculnya celah keamanan baru.
Perusahaan saingan pasti berusaha
mengintip kinerja dan rancangan produksi lewat celah keamanan komputer
pengendali produksi yang kini bisa diakses dari internet.
Kita saat ini sedang dalam masa
bersejarah, masa saat revolusi industri keempat sedang dibicarakan,
dipersiapkan, diperdebatkan, dan dimulai. Melihat pola sejarah, akan terjadi
perubahan besar di dunia ini.
Belum ada Komentar untuk "Revolusi Industri 4.0"
Posting Komentar